Cerita Nita

Monday, August 17, 2009

Nyit2 Ngomongin Love (bag. 1)

Episode Mantan


SMS di suatu malam

"New message for me...". Suara centil seorang cewek itu menjadi ciri khas ketika HP yang kubeli 4 tahun lalu menerima SMS. Banyak temanku yang bertanya "suara sapa tuh?" ketika mendengar message alert tersebut. Dan tidak sedikit yang kembali bertanya "Masa siy itu suara lo? qo beda?" Hah, ada2 saja temanku. Ups, bukan itu inti yang ingin ku bahas. Pesan singkat yang kuterima malam itulah yang "menarik" untukku, karena dari sanalah apa yang kalian baca ini berasal.

Ketika aku membaca kalimat2 dalam pesan tersebut, perasaanku biasa saja. Kebetulan saat itu ada 3 temanku yang semuanya pria berada bersamaku. Aku secara spontan membacakan isi SMS tersebut. Aku pun memberi tahu bahwa si pengirim adalah seorang cowok yang pernah menjadi lebih dari sekedar teman dalam hidupku. Teman2ku tersebut spontan "ramai". Dan malam yang sebetulnya sudah hampir pagi pun kami manfaatkan untuk "sharing". Kami membahas tentang hubungan2 di masa lalu. Apa, bagaimana, siapa, kapan, dan seterusnya...Memang tidak ada satu orangpun yang bercerita secara transparan alias detail. Tak mengapa bagi kami, karena semua menyadari bercerita dan tidak bercerita adalah hak, bukan kewajiban. Dan sebagai manusia2 dewasa (Amin...), kami cukup mengerti akan hal itu.


Aku sebagai satu2nya hawa dalam "perkumpulan" malam itu, dengan psikologis yang tentunya berbeda dengan teman2ku, mencoba mengambil makna dari setiap perkataan para pria tersebut. Beruntung sekali aku berada di tempat yang tepat. Tapi bukan berarti ketika teman2ku tersebut mengungkapkan pemikiran dan kisah2 tentang "kenangan hidup" mereka pikiranku fokus sepenuhnya. "Inspirasi2" justru bermunculan secara refleks, lahir begitu saja. Salah satu yang kuat dan menjadi lebih kuat adalah keingintahuanku tentang seseorang yang juga pernah menjadi bagian masa laluku. Seseorang yang juga pernah ber-statuskan "cowoknya Nyit2" selain cowok sang pengirim SMS malam itu.


Aku katakan yang kuat dan menjadi lebih kuat, karena malam itu bukanlah awal munculnya keinginatahuanku akan keberadaan seseorang yang samasekali aku tidak tau apa2 tentang dirinya. Tapi juga bukan berarti aku rajin melacak seseorang tersebut. Samasekali tidak! Jumlah jari di tangan kanan atau kiriku masih lebih banyak jumlahnya dibanding usahaku "mencari" dirinya. Dan yang kulakukan selama ini pun hanya mengetik namanya via google dan menekan tombol "search". Selebihnya? Tidak ada! Dan hasil yang kuperoleh selalu sama, yakni muncul kata "not found". Itulah yang membuatku penasaran.

Aku tidak ada niatan untuk "kembali" seperti dulu dengan seseorang tersebut. Pun untuk menjalin komunikasi tidak pernah ada dalam pikiranku. Yang aku mau hanyalah tau apakah dia masih ada atau tidak di bumi ini. Terdengar sadis mungkin bahasaku ini. Tapi itulah adanya. Munculnya keingintahuanku ini semata-mata karena hanya dialah dari x(sebuah angka) mantanku yang aku tidak tau keberadaannya. Jangankan kerja dimana atau domisili tinggalnya, masih bernafas atau tidaknya pun aku benar-benar tidak tau. Misteriuskah???

Nasihat temanku

Aku pun mengungkapkan kepada pria2 itu tentang pikiranku untuk mencari tau keberadaan seseorang tersebut. Dan apa jawaban yang aku terima???

"Buat apa kamu mau tau dy? Kalo kamu udah tau dy masih ada kamu mau apa?", tanya salah seorang temanku. Dan aku pun menjawab, " Gak mau apa2. Aku cuma mau tau dy masih hidup atau tidak. Itu saja. " Dan temanku(masih orang yang sama) pun berkata," Gak usah Nyit! Kamu tau gak, cowok tuh paling gak suka kalo ceweknya masih berhubungan dengan mantannya. Apalagi jika sudah menikah. Itu berbahaya. Karena ada "sejarah" antara dua orang tersebut dimana pasangan hidupnya kini tidak ada. Udah, gak usah kamu lanjutkan pencarian kamu!"

Aku sama sekali tidak kecewa dengan yang barusan aku dengar. Yang ada aku kaget dengan fakta baru tentang makhluk bernama pria yang dulu2 aku tidak tau, bahwa "cowok tidak suka jika ceweknya masih menjalin hubungan dengan mantannya." Hal itu yang benar2 tertanam dalam hatiku. Benar2 aku tidak pernah tau sebelumnya. Mungkin karena buatku selama ini, mantan adalah mantan. Hanya itu! Tidak pernah lebih dan (mungkin) tidak akan pernah lebih! Sehingga buatku berkomunikasi dengan mantan adalah hal biasa. Maksudku tidak ada sedikitpun perasaanku yang terlibat. Uhm...memang selama ini aku sangat jarang berkomunikasi dengan mantan. Kabar2 tentang mereka pun aku tau dari orang lain.


Nasihat temanku itu begitu melekat kuat dalam pikiranku. Dan aku mencoba utuk memahami lebih dalam maksudnya. Dan pada akhirnya aku sangat bisa menerima psikologis pria tentang arti mantan si-ceweknya (lebih jauh lagi istrinya). Pria sangat menghendaki ceweknya (lebih jauh lagi istrinya) hanya memikirkan satu pria, yakni pria itu sendiri. Mungkin banyak teman2ku sesama kaum hawa yang pertama kali mendengar akan hal ini langsung berkata, "Ih...gak adil! Egois banget para cowok!" dan seterusnya. Tapi aku punya pandangan lain dalam hal ini, yakni aku sepakat dengan para pria. Bahwa memang seharusnya jika sudah ada seseorang di sisi kita, maka seseorang-seseorang yang lain sebaiknya di abaikan. Hal ini akan membuat hubungan yang sedang dijalani akan menjadi "sehat".

Perlahan kumengerti


Aku, uhm...maksudku dan juga masih banyak orang lain (mungkin termasuk kalian) menganut prinsip untuk tidak mempercayai sesuatu hal sebelum hal itu terjadi dalam hidup secara langsung. Sehingga adakalanya nasihat seseorang tak mudah langsung diterima begitu saja. Selalu ada "bantahan2" yang muncul atas nasihat2 tersebut.

"Kenapa cewek gak boleh berhubungan ma mantannya? Kayak cowok2 enggak aja!" Itu salah satu reaksi yang muncul di kalangan perempuan ketika mendengar "keinginan" para pria seperti yang kuungkap di atas. Sungguh reaksi yang samasekali tidak berlebihan. Bahkan amat-amat wajar. Aku pun jikalau belum mendengar alasan yang kuat dari pihak lawan jenis, mungkin akan berkomentar yang sama. Namun, aku punya pikiran lain. Sekarang coba bayangkan jika antara pria dan wanita mengerti keinginan masing2 yang direalisasikan dalam bentuk sikap saling menghormati. Rasa curiga dan lebih jauh lagi tidak percaya harusnya bisa diminimalisir. Jikalau dua pihak yang sedang menjalani hubungan "spesial" (terutama jika sudah menikah) tidak ada yang mencoba untuk menjalin hubungan "baik" dengan mantan masing-masing, maka komentar seperti kalimat yang mengandung unsur dendam seperti dalam kalimat pertama paragraf ini tidak perlu ada. Tentang hal ini aku punya contoh nyata yang dengan mata kepala sendiri kusaksikan. Bagaimana rumahtangga dari seseorang yang kukenal baik hampir berakhir dalam persidangan sekitar 8 tahun yang lalu. Yang kuingat betul akar permasalahannya adalah cemburu terhadap mantan masing2. Semua terjadi karena baik dari pihak istri maupun suami saling berkomunikasi dengan mantan masing2. Tapi untunglah palu hakim tak sempat terketuk, sehingga sampai saat kutulis ini dua manusia tersebut masih berstatuskan suami dan istri.

"Gak boleh berhubungan? Ih...mutus tali silaturahmi donk!" Begitu kira2 bentuk lain reaksi yang muncul dari kaum hawa. Benarkah seperti itu? Aku tidak pernah berpikir seperti itu. Maksudku tidak menjalin hubungan dengan mantan tidak berarti memutus tali silaturahmi. Ketika hubungan lebih dari sekedar teman yang kita bina bersama seseorang berakhir, maka status couple semestinya berubah menjadi teman biasa. Perlu waktu? Tentu saja. Dan yang jelas juga ada proses yang harus dijalani. Seberapa lamanya tergantung bagaimana perjalanan hubungan dan bagaimana hubungan diakhiri. Teman biasa dalam hidup kita pastilah banyak dari segi kuantitas. Dan jika berbicara dari segi kualitas hubungan dengan teman biasa, maka munculah tingkatan2. Mulai dari yang sering berinteraksi, sampai yang kita hanya ingat namanya. Dalam kaitan dengan "masa lalu", tentulah kita tidak menempatkan orang-orang tersebut sebagai teman biasa yang mana kita secara intens berinteraksi. Seandainya kita tidak pernah menyengajakan diri untuk menghubungi dengan alasan menjaga silaturahmi pun, tidak menyebabkan kita memperoleh cap "pemutus tali silaturahmi". Coba saja kita hitung berapa banyak teman2 biasa kita semenjak masih kecil hingga saat ini yang kita hampir lupa, bahkan lupa sama sekali? Ini dikaitkan dengan sangat jarang bahkan tidak pernah berkomunikasi yah. Kemudian coba kita tanyakan kepada diri kita apakah kita secara sengaja ingin melupakan atau ada setitik niatan untuk memutus tali silaturahmi dengan teman2 biasa kita tersebut? Jika jawabannya tidak, maka jelas sudah bahwa tidak ada hubungannya tidak menyengajakan diri berkomunikasi dengan mantan adalah suatu bentuk perilaku memutus tali silaturahmi.
"

Dalam Islam tidak ada yang namanya pacaran!" Demikian perkataan yang kudengar dari salah seorang seniorku saat aku masih berseragam putih-abu2. Uhm...aku saat itu hanya menerima saja perkataan sang kakak kelas tanpa berpikir panjang. Aku sepakat dan saat itu berpikir memang begitu seharusnya. Ketika seniorku berkata demikian, dy tidak hanya menyebutkan larangan, tapi juga alasan2nya. Dan itu membuatku semakin mantap saja. Walau belum benar2 memahami.
Lain lagi yang kubaca dari email yang dikirim salah seorang teman. Dy menulis bagaimana indahnya hubungan yang dijalani setelah menikah bersama suaminya. Atau dalam bahasa lain temanq itu menulis "Indahnya pacaran setelah menikah." Ketika kubaca email dari temanku itu, aku semakin yakin saja dengan yang dikatakan kakak kelas di SMA. Dan keyakinanku bertambah saat seorang teman (yang berusia jauh di atasku yang juga saat ini sedang menuntut ilmu di universitas yang sama yang jelas juga sudah menikah) berkata "benar emang, pacaran itu ya setelah menikah. Gw dah buktiin sendiri."
Aku belum ada diposisi teman2ku tersebut. Dan aku pun termasuk golongan orang2 yang sulit percaya akan suatu hal sebelum mengalami sendiri. Sehingga aku belum bisa sepenuhnya mengerti akan pernyataan "Pacaran akan lebih indah dilakukan setelah menikah." Tapi, aku pun mencoba untuk perlahan2 memahami berdasarkan pengalaman2 yang telah aku alami dan mencoba membayangkan situasinya lebih dalam. Bisa jadi memang demikian baiknya.

Tak ada yang salah

Sejak aku masih SD, aku selalu ingin agar pacar pertamaku adalah pacar terakhirku. Dan sesungguhnya saat ini pun inginnya begitu. Aku begitu menginginkan dalam hidupku hanya ada 1 pria. Tapi kalo aku tetap mempertahankan keinginanku tersebut, maka aku percaya bahwa aku adalah sosok perempuan yang sangat tidak realistis. Karena apa yang menjadi keinginanku tersebut sangatlah tidak mungkin dan tidak akan pernah terjadi. Aku tidak bermaksud untuk mendahului takdirku. Aku tau bahwa takdirku memang tidak seperti keinginanku dikala masih berseragam putih-hijau (seragam sekolah SD ku). Kenyataannya aku sudah leih dari 1 kali menjalin hubungan spesial dengan lawan jenis. Lantas bagaimana aku bersikap akan hal tersebut?


Banyak dari kita (atau bahkan semua) yang tidak bisa menduga apa yang akan terjadi di depan kita. Dan apapun itu, tak ada satupun yang merupakan kebetulan, di luar rencana Yang Maha Kuasa. Hadirnya pria-pria (yang kini berstatus mantan) ini bukannya sekedar datang dan pergi tanpa meninggalkan "pesan2" untukku. Mereka membuatku tertawa, bahagia, sedih, menangis, dan sebagainya. Pengalaman manis, pahit, menyenangkan, dan menyakitkan aku lalui dalam masa2 tersebut. Bahkan mengalami trauma pun pernah ada dalam hidupku. Tetapi kini aku merasa sangat beruntung karena semua membuatku lebih "kaya". Bahkan seperti kata salah seorang teman, "lo harus bersyukur Nyit. Itu tandanya Tuhan sayang ma lo. Gak semua orang bisa merasakan pengalaman seperti yang lo dapet." Inilah yang pada akhirnya tidak perlu membuatku menjadikan mantan2ku tersebut sebagai orang yang ku benci, walaupun ada yang pernah membuatku begitu terluka. Bukankah aku juga pernah melakukan hal yang sama. Dan aku yakin semua tidak ada yang disengaja. Seperti yang telah kuungkapkan, mereka semua adalah teman biasa.


Situasi: percakapan telepon antara aku dan seorang temanku (saat ini dy berstatuskan istri dari salah seorang teman kuliahku)

Waktu: pertengahan tahun 2006

Temanku: Tadi gw nongkrong ma temen2. Ceritanya qt nge-bahas soal mantan. Berhubung gw gak punya (red: pacar pertamanya adalah suaminya), gak ikut2an deh gw.

Aku: Huehehehehehe...beruntung donk lo gak punya mantan.

Temanku: Gw gak nyambung jadinya.
Aku: ya gpp kali...Justru lo harusnya bersyukur. Karena hanya ada suami lo dalam hati lo.
Temanku: lha elo gmn Nyit?
Aku: Mau mantan gw ada berapa kek, gak penting. Karena cinta gw cuma buat suami gw ntar. Jadi masih terbungkus rapi di hati gw.


Note:

Episode Mantan adalah bagian pertama dari lima rangkaian Nyit2 Ngomongin Love yang kupersembahkan untuk "masa depanku", Walau aku belum tau siapa orangnya. Yang aku tau, cinta untuknya masih tersimpan utuh dalam hatiku dan akan kuberikan jika "saatnya" sudah tiba.